Kamis, 19 September 2013

HINENI

Kel 21:5-6
"Tetapi jika budak itu dengan sungguh-sungguh berkata : Aku cinta kepada tuanku, kepada isteriku dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka, maka haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah, lalu membawanya ke pintu atau ke tiang pintu, dan tuannya itu menusuk telinganya dengan penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya untuk seumur hidup."
 
Dalam 6 bulan terakhir ini ada segolongan orang dari kaum percaya Kristus mendengungkan sebuah slogan baru "HINENI", yang dalam bahasa Ibrani berarti "ini aku, budakmu" (here i am, your slave - not servant). Melihat artinya dapat kita simpulkan bahwa seorang beriman yang mencapai atau berusaha mencapai level HINENI adalah seseorang yang berbulat tekad, iman dan cintanya untuk mengabdi sepenuh hati kepada Tuannya apapun risiko yang akan dihadapinya.
Mari kita berandai-andai sejenak. Seandainya Tuhan yang kita sembah datang kepada kita dan berkata, "Relakah kamu jika sepanjang hidupmu bahkan sampai akhir hayatmu, Aku tidak memberkati kamu, adakah kamu masih tetap percaya, taat dan setia mengikuti ke manapun Aku kehendaki kamu ada?" Jawaban apa yang akan kita balaskan kepada-Nya? Beranikah kita berkata, "Ya Tuhan, aku rela." atau kita berubah menjadi kecewa seperti orang muda yang kaya itu? Dan janganlah kita memiliki pikiran bahwa Tuhan akan berubah pikiran suatu waktu ketika kita sudah menjawab bersedia, karena kita tidak bisa membohongi-Nya. Sebab Dia memahami hati.
Kondisi HINENI tidak terjadi begitu saja dan tidak dipaksakan oleh siapa pun termasuk Tuhan sekali pun. Keputusan seorang percaya untuk ber-Hineni tidak didasari oleh sebuah kepasrahan apalagi sebuah keputusasaan. Dasar orang percaya ber-Hineni adalah karena CINTA kepada Tuannya. Imannya bukan lagi kuat, namun sudah bulat. Orang tersebut sadar bahwa dia memiliki pilihan untuk menjadi orang "merdeka", hidup berdasarkan kehendak bebas (free will) yang Tuhan berikan sejak mulanya, namun pada akhirnya ia MEMBUANG KEMERDEKAANNYA dan mengikat seluruh hidupnya total kepada Tuannya KARENA CINTA.
Karena cinta, maka sekalipun orang tersebut adalah budak, namun ia cukup memahami hati Tuannya. Budak ini bukan budak yang jauh dalam hubungan dengan Tuannya, namun memiliki keintiman dengan Tuannya. Ia tidak sekedar menaati perintah Tuannya, namun memahami isi hati, selera, mood bahkan ketidaksukaan Tuannya. Dan walaupun ia begitu memahami Tuannya, ia tidak menjadi sombong, sebaliknya semakin hari semakin tahu diri dan semakin merendah.

Demikianlah Kristus merelakan segalanya, termasuk hidup-Nya. Relakah kita?

Hineni Itu ...

"Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus--itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu." - Filipi 1:20-24
Siapa yang mau diberkati berlimpah dengan banyak harta dan talenta? 
Saya mau, dan kelihatannya begitu juga dengan Anda semua. 
Siapa yang ingin mencapai puncak penggenapan janji-janji-Nya? 
Saya ingin, dan kelihatannya begitu juga dengan Anda semua. 
Siapa yang suka disertai berbagai anugerah dan kemudahan dalam hidupnya? 
Saya suka, dan kelihatannya begitu juga dengan Anda semua. 
Hidup dengan cukup uang tanpa perlu digandrungi rasa was-was. Disukai dan diterima bahkan dimengerti oleh masyarakat di sekitar kita. Tampil ke muka, menerima pujian dan sedemikian dihargai atas apapun yang kita kerjakan atau yang kita karyakan dengan gairah dan kesukaan kita. Ada rasa puas, ada rasa bangga juga ada rasa syukur karena kehidupan berjalan seperti yang diimpikan dan diidamkan.
Namun hidup dalam Kristus tidak begitu, hidup dengan hati Hineni tidak demikian mulus. Ini hidup dengan penderitaan yang panjang dan bisa sangat lama untuk meremukkan ego kita yang begitu bebal. Ini hidup dengan kebingungan dan kesalahpahaman yang terus menerus untuk membuat usang idealisme kita yang memang sudah usang. Ini hidup dengan didikan dan hajaran yang semakin hari semakin berat untuk menyelaraskan hati kita dengan hati-Nya.
Hidup untuk Kristus, bukan meniadakan keinginan manusiawi kita, namun mengembalikan semuanya kepada Dia. Karena kita tidak berani memilih mana yang terbaik yang harus dipilih. Dan kita tidak pernah tahu ke mana dan kapan Ia menghendaki kita berujung pada akhirnya. Entah masih satu pergumulan lagi ataupun seribu tangisan lagi. Tapi ketika Dia bertanya kepada kita, "Maukah kamu?" maka kita akan tetap selalu menjawab, "Aku mau asalkan itu memang kehendak-Mu."
Jadi hidup untuk Kristus itu adalah ada keinginan besar untuk pergi namun kita tetap tinggal karena Kristus, ada keinginan besar untuk kaya namun kita tetap miskin karena Kristus, ada keinginan untuk memiliki nama baik dan masyhur namun kita disalahpahami dan direndahkan karena Kristus. Dan ketika kita tidak pergi, malahan tetap tinggal, hidup miskin dan direndahkan itulah kita diberi perkenanan untuk memberi banyak buah bagi Kerajaan-Nya.
Hineni, jangan jenuh menderita, jangan jemu berbuat baik, jangan mengeluh karena tersiksa. Hineni, selalu bersukacita karena percaya bahwa selalu ada lelucon dalam setiap duka, walau kadang sulit menemukan lelucon di depan matanya sendiri.

 

 Setelah Semuanya Itu

"Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: 'Abraham,' lalu sahutnya: 'Hineni.' ... Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: 'Bapa.' Sahut Abraham: 'Hineni.' ... Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: 'Abraham, Abraham.' Sahutnya: 'Hineni.' ... " - Kejadian 22

Apa yang telah terjadi sebelum semuanya ITU dalam hidup Abraham? Sampai akhirnya ia menyambut Allah dengan menyebut "Hineni." Jika harus diceritakan dan dijabarkan ulang Kitab Kejadian dari pasal 12 hingga pasal 21, maka itulah yang telah terjadi sebelum akhirnya ia memperoleh kehormatan untuk mengorbankan anak tunggal dari perjanjian dengan Allah. Kisah hidupnya dalam 10 pasal itu sesungguhnya sangat menyakitkan bagi dagingnya, sejak keluar dari kampungnya, tertahan oleh ayahnya, berpisah dari keponakannya, menuruti keinginan manusiawi dari Sara untuk menghampiri Hagar hingga memperoleh anak kedagingan - Ismael, terjepit dalam konflik "2 isteri" hingga harus mengusir Hagar dan Ismael, dan sebagainya. Dan yang paling dramatis adalah melihat serta membesarkan anak perjanjian - Ishak. 
25 tahun penantian dan sekian tahun kebersamaan dengan putera tunggal tercinta tidak menjadikan Abraham merasa memiliki Ishak, sama seperti Bapa tidak pernah ragu untuk mengorbankan Putera tunggal-Nya - Yesus Kristus. Lebih hebatnya lagi adalah Ishak tidak memberontak, namun taat dan kelu hingga di atas kayu bakar, sama seperti Yesus tidak menganggap keallahan-Nya sebagai milik yang harus dipertahankan dan tetap setia hingga mati di atas kayu salib.
Sekarang renungkanlah masa lalu kita semua dengan segala pengalaman yang pernah ada hingga saat kita mambaca tulisan ini. Dan jika sekarang Tuhan meminta untuk mempersembahkan seluruh hidup kita secara total bahkan itu adalah sesuatu yang kita takutkan atau kita hindari selama ini, dan Tuhan minta kita mengalaminya TANPA mengeluh, namun dengan kerelaan dan kepercayaan penuh kepada Dia, adakah kita akan tetap menjawab Hineni - Here I Am?

"Apabila engkau membeli seorang budak Ibrani, maka haruslah ia bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada tahun yang ketujuh ia diizinkan keluar sebagai orang merdeka, dengan tidak membayar tebusan apa-apa. ... Tetapi jika budak itu dengan sungguh-sungguh berkata: Aku cinta kepada tuanku, kepada isteriku dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka, maka haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah, lalu membawanya ke pintu atau ke tiang pintu, dan tuannya itu menusuk telinganya dengan penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya untuk seumur hidup." - Keluaran 21:2-6

12 Jaminan Hineni

Acara ulang tahun ke-77 Om Tjipto di Bandung kemarin sungguh sebuah anugerah besar Tuhan untuk semua pasukan pilihan-Nya dan menjadi bekal bagi kita semua sampai akhir masa 7 tahun kelimpahan (sekitar akhir September 2015 nanti). Atas perkenanan Tuhan sendiri, Ia memberikan 12 jaminan bagi semua yang rela menempuh jalan Hineni untuk terus setia hingga mencapai garis akhir dengan kuat. Berikut keduabelas jaminan itu:
1. Jaminan Kelimpahan
2. Jaminan Kekuatan Masuk Dalam Ekstra Akselerasi
3. Jaminan Keberhasilan dalam Melewati Ujian dan Proses dan Didapati Setia hingga Garis Akhir
4. Jaminan Jadi Yang Dikasihi-Nya
5. Jaminan Terobosan Dalam Semua Masalah
6. Jaminan Keharmonisan Keluarga
7. Jaminan Bebas Dari Kekeringan
8. Jaminan Hidup di Dalam Gelora Cinta-Nya
9. Jaminan untuk Mengerti Ketetapan Ilahi
10. Jaminan untuk Terus Naik Level
11. Jaminan Dreams Come True
12. Jaminan Multiplikasi / Pelipatgandaan
Jaminan hanya berlaku jika kita terus berkata "YA" atas apapun yang Dia kehendaki dan tidak berlaku ketika kita berhenti dan keluar dari kasih karunia-Nya. Jadi jangan mengeluh, jangan kecewa, jangan marah, dan jangan menyerah karena sesungguhnya anugerah-Nya cukup. Haleluya, Tuhan memberkati.

Mengapa Harus Ber-Hineni?

Bahan Renungan: 1 Yohanes 4:1-4;Mazmur 37:23-24; Roma 8:28

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Sesungguhnya beberapa minggu ini saya terus gelisah, terutama karena melihat, mendengar dan merasakan begitu banyak tanda mengenai kedatangan Tuhan kita yang ke-2 kalinya. Saya juga membaca pesan-pesan Tuhan melalui banyak hamba-Nya, dan saya merasa begitu tinggi standard yang Tuhan tetap untuk menjadi mempelai-Nya. Waktu begitu singkat dan tanda semakin jelas, bahkan bisa dikatakan atmosfer kedatangan-Nya telah sampai ke kulit kita.

Dan tanpa sadar, saya mengukur keadaan diri saya dengan standard mempelai-Nya. Saya menyadari betapa jauhnya keadaan jiwa dan tubuh saya dibandingkan dengan standard tersebut. Walau saya paham bahwa tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya, namun karena dasar sifat kedagingan yang begitu kuat sempat memblok iman dan damai sejahtera saya. Pada titik tertentu saya sempat berpikir menyerah untuk menjadi yang tertinggal saja. Dan menjadi pasrah akan apapun yang akan terjadi nanti.

Namun Tuhan tidak pernah berhutang setitik pun. Dia sangat mengerti dan memahami segala sesuatunya termasuk hati dan jiwa saya. Dalam berbagai kesempatan, baik lewat kotbah, berbagai artikel, maupun pembicaraan dengan saudara-saudari seiman, saya diingatkan kembali bahwa satu-satunya jalan mencapai garis akhir yang telah Tuhan tetapkan adalah jalan penghambaan. Saya menyadari bahwa pertama-tama yang menentukan adalah sikap hati. Tuhan tidak peduli pada kemampuan kita, karena kemampuan hanya dari pada-Nya. Namun Tuhan mengukur dan menghitung bagaimana sikap hati kita terutama ketika kita harus berhadapan dengan kelemahan, kesulitan, dan masalah kita sehari-hari. Adakah kita terus mengucap syukur, atau adakah kita meletup-letup dalam bersungut-sungut.

Pengertian dan pemahaman tentang Hineni sungguh sebuah anugerah besar yang Tuhan berikan bagi gereja-Nya. Ini adalah jalan terbaik bagi kita semua untuk mencapai tepat seperti yang Tuhan kehendaki. Tahukah Anda bahwa kejatuhan dan kegagalan itu perlu ada? Kejatuhan dan kegagalan itu SENGAJA Tuhan pakai untuk mendidik kita. Namun bukan kegagalan atau kejatuhan kita yang diperhitungkan-Nya, melainkan kebangkitan dan pertobatan kitalah yang diperhitungkan sebagai kebenaran. Saya teringat akan Firman-Nya ini:

"TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya." 

Tidakkah aneh, bagaimana mungkin ketika langkah-langkah hidup seseorang sudah ditetapkan Tuhan tapi masih bisa mengalami kejatuhan juga. Firman tersebut bukan merupakan sebuah senjata kita untuk melakukan pembenaran apabila kita mengalami sebuah kejatuhan. Namun lebih daripada itu, Tuhan hendak menyatakan bahwa ada jaminan-Nya bagi kita dan tidak perlu kita mengkhawatirkan bagaimana hasil akhirnya, yang penting sekarang adalah kerelaan hati kita untuk terus berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Bukan saja Tuhan yang menyertai kita selalu, namun kita juga rela menyertai-Nya ke manapun, kapanpun dan bagaimanapun hal itu begitu menyakiti dan menghabisi kedagingan kita.

Jadi sekarang ada pilihan yang dihadapkan kepada saya, apakah saya mau terus berjalan sesuai dengan kemauan-Nya tanpa memperhatikan apa imbalan maupun untung ruginya bagi saya. Apakah saya akan terus setia berdoa, membaca Firman, membayar perpuluhan, memberikan persembahan, menginjil, dan sebagainya sekalipun saya semakin dirugikan dalam banyak perkara. Sungguh tanpa memiliki hati hamba, tidak akan mungkin bagi saya untuk terus berjalan bersama-Nya.

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
 
 http://windunatha.blogspot.com/
 

Tidak ada komentar: