"Tetapi jika budak itu dengan sungguh-sungguh berkata : Aku cinta kepada tuanku, kepada isteriku dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka,
maka haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah, lalu membawanya
ke pintu atau ke tiang pintu, dan tuannya itu menusuk telinganya dengan
penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya untuk seumur hidup."
Dalam 6 bulan terakhir ini ada segolongan orang dari kaum percaya
Kristus mendengungkan sebuah slogan baru "HINENI", yang dalam bahasa
Ibrani berarti "ini aku, budakmu" (here i am, your slave - not servant).
Melihat artinya dapat kita simpulkan bahwa seorang beriman yang
mencapai atau berusaha mencapai level HINENI adalah seseorang yang
berbulat tekad, iman dan cintanya untuk mengabdi sepenuh hati kepada
Tuannya apapun risiko yang akan dihadapinya.
Mari kita berandai-andai sejenak. Seandainya Tuhan yang kita sembah datang kepada kita dan berkata, "Relakah
kamu jika sepanjang hidupmu bahkan sampai akhir hayatmu, Aku tidak
memberkati kamu, adakah kamu masih tetap percaya, taat dan setia
mengikuti ke manapun Aku kehendaki kamu ada?" Jawaban apa yang akan
kita balaskan kepada-Nya? Beranikah kita berkata, "Ya Tuhan, aku rela."
atau kita berubah menjadi kecewa seperti orang muda yang kaya itu? Dan
janganlah kita memiliki pikiran bahwa Tuhan akan berubah pikiran suatu
waktu ketika kita sudah menjawab bersedia, karena kita tidak bisa
membohongi-Nya. Sebab Dia memahami hati.
Kondisi HINENI tidak terjadi begitu saja dan tidak dipaksakan oleh siapa
pun termasuk Tuhan sekali pun. Keputusan seorang percaya untuk
ber-Hineni tidak didasari oleh sebuah kepasrahan apalagi sebuah
keputusasaan. Dasar orang percaya ber-Hineni adalah karena CINTA kepada Tuannya.
Imannya bukan lagi kuat, namun sudah bulat. Orang tersebut sadar bahwa
dia memiliki pilihan untuk menjadi orang "merdeka", hidup berdasarkan
kehendak bebas (free will) yang Tuhan berikan sejak mulanya,
namun pada akhirnya ia MEMBUANG KEMERDEKAANNYA dan mengikat seluruh
hidupnya total kepada Tuannya KARENA CINTA.
Karena cinta, maka sekalipun orang tersebut adalah budak, namun ia cukup
memahami hati Tuannya. Budak ini bukan budak yang jauh dalam hubungan
dengan Tuannya, namun memiliki keintiman dengan Tuannya. Ia tidak
sekedar menaati perintah Tuannya, namun memahami isi hati, selera, mood
bahkan ketidaksukaan Tuannya. Dan walaupun ia begitu memahami
Tuannya, ia tidak menjadi sombong, sebaliknya semakin hari semakin tahu
diri dan semakin merendah.
Demikianlah Kristus merelakan segalanya, termasuk hidup-Nya. Relakah kita?
Hineni Itu ...
"Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala
hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun
sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh
hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.
Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama
dengan Kristus--itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk
tinggal di dunia ini karena kamu." - Filipi 1:20-24
Siapa yang mau diberkati berlimpah dengan banyak harta dan talenta?
Saya mau, dan kelihatannya begitu juga dengan Anda semua.
Siapa yang ingin mencapai puncak penggenapan janji-janji-Nya?
Saya ingin, dan kelihatannya begitu juga dengan Anda semua.
Siapa yang suka disertai berbagai anugerah dan kemudahan dalam hidupnya?
Saya suka, dan kelihatannya begitu juga dengan Anda semua.
Hidup dengan cukup uang tanpa perlu digandrungi rasa was-was. Disukai
dan diterima bahkan dimengerti oleh masyarakat di sekitar kita. Tampil
ke muka, menerima pujian dan sedemikian dihargai atas apapun yang kita
kerjakan atau yang kita karyakan dengan gairah dan kesukaan kita. Ada
rasa puas, ada rasa bangga juga ada rasa syukur karena kehidupan
berjalan seperti yang diimpikan dan diidamkan.
Namun hidup dalam Kristus tidak begitu, hidup dengan hati Hineni tidak
demikian mulus. Ini hidup dengan penderitaan yang panjang dan bisa
sangat lama untuk meremukkan ego kita yang begitu bebal. Ini hidup
dengan kebingungan dan kesalahpahaman yang terus menerus untuk membuat
usang idealisme kita yang memang sudah usang. Ini hidup dengan didikan
dan hajaran yang semakin hari semakin berat untuk menyelaraskan hati
kita dengan hati-Nya.
Hidup untuk Kristus, bukan meniadakan keinginan manusiawi kita, namun
mengembalikan semuanya kepada Dia. Karena kita tidak berani memilih mana
yang terbaik yang harus dipilih. Dan kita tidak pernah tahu ke mana dan
kapan Ia menghendaki kita berujung pada akhirnya. Entah masih satu
pergumulan lagi ataupun seribu tangisan lagi. Tapi ketika Dia bertanya
kepada kita, "Maukah kamu?" maka kita akan tetap selalu menjawab, "Aku
mau asalkan itu memang kehendak-Mu."
Jadi hidup untuk Kristus itu adalah ada keinginan besar untuk pergi
namun kita tetap tinggal karena Kristus, ada keinginan besar untuk kaya
namun kita tetap miskin karena Kristus, ada keinginan untuk memiliki
nama baik dan masyhur namun kita disalahpahami dan direndahkan karena
Kristus. Dan ketika kita tidak pergi, malahan tetap tinggal, hidup
miskin dan direndahkan itulah kita diberi perkenanan untuk memberi
banyak buah bagi Kerajaan-Nya.
Hineni, jangan jenuh menderita, jangan
jemu berbuat baik, jangan mengeluh karena tersiksa. Hineni, selalu
bersukacita karena percaya bahwa selalu ada lelucon dalam setiap duka,
walau kadang sulit menemukan lelucon di depan matanya sendiri.
Setelah Semuanya Itu
"Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: 'Abraham,' lalu sahutnya: 'Hineni.' ... Lalu berkatalah Ishak kepada Abraham, ayahnya: 'Bapa.' Sahut Abraham: 'Hineni.' ... Tetapi berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: 'Abraham, Abraham.' Sahutnya: 'Hineni.' ... " - Kejadian 22
Apa yang telah terjadi sebelum semuanya ITU dalam hidup Abraham? Sampai
akhirnya ia menyambut Allah dengan menyebut "Hineni." Jika harus
diceritakan dan dijabarkan ulang Kitab Kejadian dari pasal 12 hingga
pasal 21, maka itulah yang telah terjadi sebelum akhirnya ia memperoleh
kehormatan untuk mengorbankan anak tunggal dari perjanjian dengan Allah.
Kisah hidupnya dalam 10 pasal itu sesungguhnya sangat menyakitkan bagi
dagingnya, sejak keluar dari kampungnya, tertahan oleh ayahnya, berpisah
dari keponakannya, menuruti keinginan manusiawi dari Sara untuk
menghampiri Hagar hingga memperoleh anak kedagingan - Ismael, terjepit
dalam konflik "2 isteri" hingga harus mengusir Hagar dan Ismael, dan
sebagainya. Dan yang paling dramatis adalah melihat serta membesarkan
anak perjanjian - Ishak.
25 tahun penantian dan sekian tahun kebersamaan dengan putera tunggal
tercinta tidak menjadikan Abraham merasa memiliki Ishak, sama seperti
Bapa tidak pernah ragu untuk mengorbankan Putera tunggal-Nya - Yesus
Kristus. Lebih hebatnya lagi adalah Ishak tidak memberontak, namun taat
dan kelu hingga di atas kayu bakar, sama seperti Yesus tidak menganggap
keallahan-Nya sebagai milik yang harus dipertahankan dan tetap setia
hingga mati di atas kayu salib.
Sekarang renungkanlah masa lalu kita semua dengan segala pengalaman yang
pernah ada hingga saat kita mambaca tulisan ini. Dan jika sekarang
Tuhan meminta untuk mempersembahkan seluruh hidup kita secara total
bahkan itu adalah sesuatu yang kita takutkan atau kita hindari selama
ini, dan Tuhan minta kita mengalaminya TANPA mengeluh, namun dengan
kerelaan dan kepercayaan penuh kepada Dia, adakah kita akan tetap
menjawab Hineni - Here I Am?
"Apabila engkau membeli seorang budak
Ibrani, maka haruslah ia bekerja padamu enam tahun lamanya, tetapi pada
tahun yang ketujuh ia diizinkan keluar sebagai orang merdeka, dengan
tidak membayar tebusan apa-apa. ... Tetapi jika budak itu dengan
sungguh-sungguh berkata: Aku cinta kepada tuanku, kepada isteriku
dan kepada anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka,
maka haruslah tuannya itu membawanya menghadap Allah, lalu membawanya ke
pintu atau ke tiang pintu, dan tuannya itu menusuk telinganya dengan
penusuk, dan budak itu bekerja pada tuannya untuk seumur hidup." -
Keluaran 21:2-6
12 Jaminan Hineni
Acara ulang tahun ke-77 Om Tjipto di Bandung kemarin sungguh sebuah
anugerah besar Tuhan untuk semua pasukan pilihan-Nya dan menjadi bekal
bagi kita semua sampai akhir masa 7 tahun kelimpahan (sekitar akhir
September 2015 nanti). Atas perkenanan Tuhan sendiri, Ia memberikan 12
jaminan bagi semua yang rela menempuh jalan Hineni untuk terus setia
hingga mencapai garis akhir dengan kuat. Berikut keduabelas jaminan itu:
1. Jaminan Kelimpahan
2. Jaminan Kekuatan Masuk Dalam Ekstra Akselerasi
3. Jaminan Keberhasilan dalam Melewati Ujian dan Proses dan Didapati Setia hingga Garis Akhir
4. Jaminan Jadi Yang Dikasihi-Nya
5. Jaminan Terobosan Dalam Semua Masalah
6. Jaminan Keharmonisan Keluarga
7. Jaminan Bebas Dari Kekeringan
8. Jaminan Hidup di Dalam Gelora Cinta-Nya
9. Jaminan untuk Mengerti Ketetapan Ilahi
10. Jaminan untuk Terus Naik Level
11. Jaminan Dreams Come True
12. Jaminan Multiplikasi / Pelipatgandaan
Jaminan hanya berlaku jika kita terus berkata "YA" atas apapun yang Dia
kehendaki dan tidak berlaku ketika kita berhenti dan keluar dari kasih
karunia-Nya. Jadi jangan mengeluh, jangan kecewa, jangan marah, dan
jangan menyerah karena sesungguhnya anugerah-Nya cukup. Haleluya, Tuhan
memberkati.
Mengapa Harus Ber-Hineni?
Bahan Renungan: 1 Yohanes 4:1-4;Mazmur 37:23-24; Roma 8:28
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Sesungguhnya
beberapa minggu ini saya terus gelisah, terutama karena melihat,
mendengar dan merasakan begitu banyak tanda mengenai kedatangan Tuhan
kita yang ke-2 kalinya. Saya juga membaca pesan-pesan Tuhan melalui
banyak hamba-Nya, dan saya merasa begitu tinggi standard yang
Tuhan tetap untuk menjadi mempelai-Nya. Waktu begitu singkat dan tanda
semakin jelas, bahkan bisa dikatakan atmosfer kedatangan-Nya telah
sampai ke kulit kita.
Dan tanpa sadar, saya mengukur keadaan diri saya dengan standard mempelai-Nya. Saya menyadari betapa jauhnya keadaan jiwa dan tubuh saya dibandingkan dengan standard
tersebut. Walau saya paham bahwa tidak ada yang mustahil bagi orang
yang percaya, namun karena dasar sifat kedagingan yang begitu kuat
sempat memblok iman dan damai sejahtera saya. Pada titik tertentu saya
sempat berpikir menyerah untuk menjadi yang tertinggal saja. Dan menjadi
pasrah akan apapun yang akan terjadi nanti.
Namun Tuhan tidak pernah
berhutang setitik pun. Dia sangat mengerti dan memahami segala
sesuatunya termasuk hati dan jiwa saya. Dalam berbagai kesempatan, baik
lewat kotbah, berbagai artikel, maupun pembicaraan dengan
saudara-saudari seiman, saya diingatkan kembali bahwa satu-satunya jalan
mencapai garis akhir yang telah Tuhan tetapkan adalah jalan
penghambaan. Saya menyadari bahwa pertama-tama yang menentukan adalah
sikap hati. Tuhan tidak peduli pada kemampuan kita, karena kemampuan
hanya dari pada-Nya. Namun Tuhan mengukur dan menghitung bagaimana sikap
hati kita terutama ketika kita harus berhadapan dengan kelemahan,
kesulitan, dan masalah kita sehari-hari. Adakah kita terus mengucap
syukur, atau adakah kita meletup-letup dalam bersungut-sungut.
Pengertian dan pemahaman tentang Hineni
sungguh sebuah anugerah besar yang Tuhan berikan bagi gereja-Nya. Ini
adalah jalan terbaik bagi kita semua untuk mencapai tepat seperti yang
Tuhan kehendaki. Tahukah Anda bahwa kejatuhan dan kegagalan itu perlu ada? Kejatuhan dan kegagalan itu SENGAJA Tuhan pakai untuk mendidik kita.
Namun bukan kegagalan atau kejatuhan kita yang diperhitungkan-Nya,
melainkan kebangkitan dan pertobatan kitalah yang diperhitungkan sebagai
kebenaran. Saya teringat akan Firman-Nya ini:
"TUHAN menetapkan
langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia
jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya."
Tidakkah aneh, bagaimana mungkin
ketika langkah-langkah hidup seseorang sudah ditetapkan Tuhan tapi
masih bisa mengalami kejatuhan juga. Firman tersebut bukan merupakan
sebuah senjata kita untuk melakukan pembenaran apabila kita mengalami
sebuah kejatuhan. Namun lebih daripada itu, Tuhan hendak menyatakan
bahwa ada jaminan-Nya bagi kita dan tidak perlu kita mengkhawatirkan
bagaimana hasil akhirnya, yang penting sekarang adalah kerelaan hati
kita untuk terus berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Bukan saja Tuhan
yang menyertai kita selalu, namun kita juga rela menyertai-Nya ke
manapun, kapanpun dan bagaimanapun hal itu begitu menyakiti dan
menghabisi kedagingan kita.
Jadi sekarang ada pilihan yang
dihadapkan kepada saya, apakah saya mau terus berjalan sesuai dengan
kemauan-Nya tanpa memperhatikan apa imbalan maupun untung ruginya bagi
saya. Apakah saya akan terus setia berdoa, membaca Firman, membayar
perpuluhan, memberikan persembahan, menginjil, dan sebagainya sekalipun
saya semakin dirugikan dalam banyak perkara. Sungguh tanpa memiliki hati
hamba, tidak akan mungkin bagi saya untuk terus berjalan bersama-Nya.
Kita tahu sekarang, bahwa
Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan
bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil
sesuai dengan rencana Allah.
http://windunatha.blogspot.com/